Mas Kawin Bukan Untuk Dibebani
Bentuknya bisa berupa harta atau bentuk lainnya sebagai salah satu syarat dalam pernikahan. Mas kawin bukan untuk dibebani, tetapi menjadi sebuah simbol penghormatan kepada isteri dan keluarganya. Dalam budaya tertentu, orangtua ikut serta dalam menetapkan jumlah mas kawin yang dianggap sesuai untuk putrinya.
Tidak jarang jumlah yang diinginkan membuat pria kesulitan untuk menyanggupi.
Bahkan terkadang, sebuah pernikahan bisa batal karena ketidaksanggupan pria untuk memenuhi mas kawin yang ditetapkan. Sebanarnya bagaimana Islam mengatur tentang ini? Dan apa mas kawin yang dianjurkan dalam Islam?
Mas kawin merupakan hal penting sebagai salah satu syarat sahnya sebuah pernikahan. Karena begitu pentingnya, aturan ini dijelaskan Allah SWT dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 4.
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya” (QS. An-Nisa: 4)
Allah SWT memerintahkan agar calon suami mempersiapkan mas kawin dengan kadar yang
pantas. Hal ini dijelaskan dalam Q.S. al-Nisa’: 25 yang artinya:
“Kawinilah mereka dengan seijin keluarga mereka dan berikanlah mas kawin mereka sesuai dengan kadar yang pantas, karena mereka adalah perempuan-perempuan yang memelihara diri.” (Q.S. al-Nisa’: 25).
Dari kedua ayat di atasdapat ditarik kesimpulan bahwa mahar yang diberikan kepada wanita haruslah diberikan dengan penuh kerelaan, sesuatu yang berharga dan kadarnya pantas.
Meski dengan hak yang diberikan tersebut, wanita dan keluarganya harus menyesuaikan dengan kemampuan calon suami. Dalam ajaran Islam, wanita diperintahkan agar meminta mahar yang bisa memudahkan dalam proses akad nikah.
Rasulullah SAW dalam sebuah hadist menjelaskan bahwa wanita yang paling ringan ringan mas kawinnya, adalah wanita yang mendapat banyak berkah dari Allah.
Rasulullah saw bersabda: “Wanita yang paling banyak berkahnya adalah yang paling ringan mas kawinnya” (HR. Hakim dan Baihaki).
Pada dasarnya, pria pasti ingin memberikan mas kawin yang terbaik untuk wanita yang akan menjadi istrinya. Namun jika kondisi ekonomi tidak mendukung, wanita diperintahkan untuk tidak memaksakan diri terhadap keinginannya terhadap mas kawin ini. Bahkan jika pria tidak memiliki biaya untuk membayar mahar, maka maka ia boleh membayar mahar dengan mengajarkan ayat Al-Qur’an yang dihafalnya.
“Seandainya seseorang tidak memiliki sesuatu untuk membayar mahar, maka ia boleh membayar mahar dengan mengajarkan ayat Al-Qur’an yang dihafalnya. (HR. Bukhari & Muslim)
‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallaahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Sebaik-baik pernikahan ialah yang paling mudah.’” (HR. Abu Daud)
Namun berbeda jika kondisi calon suami mendukung, pastinya mereka tidak akan keberatan dengan apapun mas kawin yang diajukan wanitanya.
Sehingga wanita dan keluarganya bisa menetapkan mas kawin yang diinginkan.
Sementara itu Rasulullah sendiri memberi mas kawin kepada istri-istrinya berupa Uqiyah yang nilainya setara lima ratus dirhamDari Siti Aisyah ketika ditanya, berapa mas kawin Rasulullah saw? Siti Aisyah menjawab: “Mas kawin Rasulullah saw kepada isteri-isterinya adalah dua belas setengah Uqiyah (nasya’ adalah setengah Uqiyah) yang sama dengan lima ratus dirham. Itulah mas kawin Rasulullah saw kepada isteri-isterinya” (HR. Muslim).